Oral Seks vs Kanker Mulut

Oral Seks VS Kanker Mulut


Oral Seks Penyebab Kanker
Tahukah anda bahwa aktivitas oral seks bisa menyebabkan timbulnya kanker mulut? Sebuah penelitian dari The John Hopkins University School of Medicine scientists menyebutkan bahwa aktivitas oral seks merupakan salah satu cara berpindahnya human papillomavirus (HPV) yaitu virus penyebab terjadinya kanker servik dari servik ke mulut yang bisa menyebabnya munculnya kanker mulut.
Sebuah studi juga mengemukakan jumlah penderita kanker mulut setiap tahun nya semakin bertambah selama sepuluh tahun terakhir ini, bahkan melebihi penderita kanker testis dan kanker servik itu sendiri. Rata-rata penderita tersebut adalah mereka yang berusia dibawah 45 tahun dimana aktifitas seksual mereka sedang tinggi.
Pencegahan
Meski oral seks merupakan salah satu penyebab kanker mulut namun anda tak perlu terlalu khawatir, karena resiko terjangkitnya kanker mulut melalui seks oral masih terbilang rendah yaitu 1:10.000 orang. Sebaliknya rokok masih manjadi faktor utama menyebab kanker mulut disamping alkohol. Keduanya beresiko lebih tinggi 30 kali menyebabkan kanker mulut dibanding oral seks. Namun ada baiknya anda tetap waspada, tetap setia dan tidak bergant-ganti pasangan dalam melakukan hubungan seksual merupakan cara terbaik menghindari diri anda dari kanker mulut. Cara lainnya adalah dengan terlebih dahulu memerikasaan diri anda dan pasangan ke klinik gigi dan gusi untuk melakukan tes STD atau pengecekan kesehatan mulut untuk memastikan bahwa anda atau pasangan tidak membawa virus HPV. Hal ini terutama dilakukan bagi pasangan yang hendak menikah.
Vaksinasi
Vaksinasi juga merupakan alternatif pencegahan terjangkitnya virus HPV, namun vaksinasi HPV hanya dilakukan untuk wanita terutama wanita muda, sementara bagi pria hanya bisa melakukan vaksinasi pencegahan kanker servik melalui suntikan yang dilakukan selama 6 bulan dengan biaya yang terbilang mahal.
Riwayat Seksual Pasangan
Tidak yakin dengan riwayat seksual pasangan kadang membuat anda tetap merasa tidak aman melakukan oral seks meski hasil tes menyatakan bahwa anda berdua tidak membawa virus HPV. Untuk itu tidak ada salahnya jika anda memakai pelindung atau kondom saat melakukan oral seks. Meski cara tersebut bukan cara menyenangkan bagi kehidupan seksual anda dan pasangan, namun play safe lebih baik dibanding pengobatan bukan?
Penanganan
Deteksi lebih dini terhadap kanker mulut dapat memperbesar tingkat keberhasilan pengobatan. Waspada jika terjadi luka disekitar membran mulut yang tak kunjung sembuh setelah tiga minggu, atau munculnya benjolan-benjolan kecil disekitar mulut berwarna merah dan putih. Segera hubungi dokter anda secepatnya jika anda mengalami indikasi terjangkitnya kanker pada mulut anda.

Sumber : http://www.dechacare.com

Pengaruh Bohong dan jujur pada Kesehatan

Vemale.com - Selalu jujur dan menghindari kebohongan adalah pelajaran yang didapatkan semua orang sejak kecil. Kejujuran tidak hanya membuat seseorang memiliki etika dan disenangi banyak orang, sesungguhnya kejujuran membawa manfaat yang lebih besar. Berkata jujur dapat menjadi alasan untuk menjaga kesehatan.
Mereka yang jarang berbohong memiliki kondisi kesehatan fisik dan pikiran yang lebih baik dibandingkan mereka yang suka mengatakan kebohongan, demikian hasil penelitian yang dilaporkan dalam American Psychological Association, seperti dilansir Newsmaxhealth, Selasa (7/8). Anda bisa memakai hasil penelitian ini untuk menjaga diri dan kesehatan dengan selalu jujur.
Penelitian ini dilakukan pada 110 relawan yang memiliki usia 18 hingga 71 tahun. Selama dua minggu, mereka dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok pertama diminta untuk selalu jujur, sementara kelompok kedua tidak diberi instruksi apapun. Semua relawan menjalani tes kebohongan dengan mesin detektor, tes kesehatan dan penilaian hubungan untuk mengukur seberapa banyak kebohongan yang dilakukan.
Ketika relawan banyak berbohong, kondisi kesehatan mereka memburuk, demikian penjelasan Anita Kelly yang merupakan kepala penelitian sekaligus profesor psikologi di University of Notre Dame, Indiana. "Ketika jumlah kebohongan mereka berkurang, kondisi kesehatan mereka meningkat," lanjutnya.
Mulai sekarang, mari belajar untuk menjadi pribadi yang jujur, karena Anda yang akan mendapat manfaatnya.

Khulafaur Rasyidin

Sejarah Islam dalam hal kepemimpinan tak lagi diragukan. Setelah wafatnya Rasulullah, umat Islam yang begitu kehilangan sosok pemimpin yang tak tiada duanya memutuskan untuk memilih pengganti yang tepat. Akan tetapi mereka tak sembarang memilih dan kebanyakan yang dipilih mereka adalah orang-orang luar biasa shalihnya.

Khulafaur rasyidin ditinjau dari segi bahasa, terdiri atas dua kata, yakni khulafau bentuk jamak dari khalifah yang berati pengganti dan ar rasyidin berarti orang yang diberi petunjuk. Jadi makna sebenarnya adalah orang yang menggantikan Rosulullah SAW, sebagai pemimpin agama dan degara yang meberi petunjuk, jujur dan adil.

Mereka semua selalu berusaha mengikuti jejak langkah Rosulullah SAW, dalam segala hal. Dan jabatan yang dipengan oleh khulafaur rasyidin itu dapat dilaksanakan sebaik-baiknya walaupun masih ada kekurangan sebagi manusia, namun jasa mereka sangat berharga dalam memajukan Islam.

Dalam sejarah Islam kita hanya mengenal empat khulafaur rasyidin, yaitu :

A). Abu Bakar As Siddiq (11 – 13 H / 632 – 634 M).
Beliau merupakan Rosulullah SAW dan orang yang pertama kali masuk Islam. Sebelumnya beliau bernama Abdullah bin Abi Quhafah dan juga termasuk mertua Nabi Muhammad SAW. Beliau mendapatkan gelar As Siddiq, karena beliau orang yang pertama kai membenarkan peristiwa Isra’ Mi’raj.

Beliau bangsa kaum Quraisy yang terhormat dan bersikap jujur, adil dan bijaksana, sebagai seorang ahli hukum. Di samping menjadi saudagar kaya raya dan sangat dermawan. Sifatnya yang terpuji, pemaaf, rendah hati dan memiliki kemauan keras dengan giatnya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Pencalonan Abu Bakar As Siddiq didukung oleh Umar bin Khattab dan dikikuti oleh sahabat yang lainnya. Adalah karena berikut :
1. Abu Bakar merupakan orang yang pertama kali masuk Islam dari golongan orang tuadan sahat yang sangat disegai Rosulullah SAW.

2. Beliau juga tidak pernah berbuat Jahiliyah sebelum Islam sebagaimana kebiasaan bangsa Arab dulu lainnya.
Setelahnya, Abu bakar berpidato dihadapan umat Islam yang berisikan bahwa beliau adalah manusia biasa yang pasti berbuat salah. Oleh karenanya ika berbuat salah tolong dibantu ke jalan yang benar dan dimaafkan. Serta mengajak bertaqwa dan hanya takut kepada Allah SWT.

Abu Bakar As Siddiq, telah membuktikan dirinya sebagai seseorang yang pantas menduduki tampuk pemerintahan setelah Rasulullah. Hal ini dibuktikannya dengan melakukan langkah-langkah penting diantaranya
1. Pembenahan zakat
Beliau menjabat sejak tahun 11 – 13 H atau tahun 632 – 634 M. Dan beliau selalu marah ketika ada sekelompok orang atau individual yang tidak berzakat tanpa alasan agama, dan memeranginya.

2. Memberantas Nabi palsu dan orang-orang murtad
Saat itu ada Nabi palsu yang bernama Musailamah Al Kadzab yang mempengaruhi pengikut Abu Bakar untuk sesat.dan dibunuh oleh Wahsyi setelah diperingatkan tidak simpati. Dan masih banyak lagi kaum murtad yang membandel dengan perintah agama Isalam yang diluruskan oleh pedangnya Abu Bakar dan pengikut setianya.

3. Mengumpulkan Al Qur’an
Akibat peperangan, bnayk orang yang hafal Al Qur’an gugur di medan perang. Atas usul sahabat Umar bin Khattab, kepada Khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat Al Qur’an yang tercecer dan disalin oleh Zaid bin Tsabit.

4. Perluasan Islam
Saat itu terjadi perluasan kekuasaan ke negeri Syam (Syiria). Dan menjadi dareah jajahan Romawi yang mengancam kaum muslimin sendiri. Dan berperang dengan 30.000 pasukan. Sedangkan Romawi berjumlah 100.000 pasukan. Namun atas izin Allah SWT, kaum muslimin memperoleh kemenangan dibawah pimpinan Khlaid bin Walid.

B). Umar bin Khattab (13 – 23 H / 634 – 644 M)
Beliau adalah putra Naufal Al Quraisy dari suku Ady. Dan ia pemimpin yang tegas, berani, disamping menjadi saudagar sukses. Dia diberi gelar oleh Rosulullah SAW, yaitu “Al Faruq”, yang berarti dapat membedakan yang hak dan batil.

Saat kepemimpinan Abu Bakar, beliau mencalonkan Umar bin Khattab sebagai khalifah selanjutnya. Dan berhubung tidak ada yang menentang, maka dipilihlah Umar bin Khattab sebagai khalifah berikutnya.

Saat itulah umat Islam memperoleh keberhasilan yang gemilang dengan perluasan daerah kekuasaan :
a. Peremuan di Ajnadin tahun 16H / 636 M setelah menaklukan Damaskus kota-kota di Syiria jatuh ke tentara Islam seperti Aleppo Homs, dan Anthiokhia
b. Penaklukan Baitul Mukaddas tahun 18 H / 639 M. Seluruh Syam dan Palestina telah berada di tangan tentara Islam.
c. Penaklukan Irak, Persia, kota Arsy dan Al Farman.

Usaha Umar bin Khattab yang penting antara lain membagi negaranya diberbagai wilayah dan pegawainya, pengawasan ketertiban umum, mendirikan Baitul Mal (uang kas negara), menugaskan hakim (qadh) di tiap wilayah dan membentuk Dewan Angkatan Perangd, dan menetapkan tahun Hijriyah dari hijrahnya Rosulullah SAW sebagai kalender.

C). Usman bin Affan (23 – 35 H / 644 – 656 M).
Beliau merupakan sahabat yang mula-mula masuk Islam dan hartawan dan dermawan. Beliau sangant bijaksana, dan bertaqwa kepada Allah SWT. Oleh karena itu beliau dipiliholeh Umar bin Khattab dan sahabat lainnya sebagai khalifah.

Usman juga banyak berjasa dalam jabatannya seperti mendirikan gedung pengadilan, armada Islam dan wilayah pemerintahan. Dan juga mengadakan perluasan kekuasaan dan membukukan mushaf Al Qur’an.

Belaiu meninggal pada tahun 35 H atau 656 M, dibunuh oleh kaum pemberontah hasutan Abdullah bin Saba’. Usman mendapat gelar “Dzun Nurain” yaitu orang yang memiliki dua cahaya karena menikah dengan 2 putri Rosulullah SAW, yaitu Ruqayyah, dan Ummi Kultsum.

D). Ali bin Abi Thalib (35 – 40 H / 656 – 660 M)
Ali dikenal orang yang pemberani, pemurah, dermawan, rendah hati, jujur, amanah, adil, disiplin, dan sebagainya. Dan beliau juga pernah menanggung resiko besar ketikan menyelamatkan Nabi Muhammad SAW saat perjalanan hijrah ke Madinah bersama Abu Bakar As Siddiq. Begitu pula di dalam peperangan.

Setelah sepeninggal Usman bin Affan, umat Islam berbondong-bondong menemui Ali bin Abi Thalib, Namun Ali tidak bersedia karena Thalhah bin Ubaidillah dan Zubir bin Awwam tidak ikut. Barulah setelah ada dukungan keduanya, beliau mau menerima jabatan itu.
Namun ada 3 golongan yang tidak menyetujui beliau menjadi khalifah, yaitu :
a. Golongan pemberontak dan yang menuntut kematian Usman bin Affan.
b. Golongan yang menentang Ali karena tidak disetujui umat Islam seutuhnya yang dipimpin oleh Aisyah di bantu Thalhah dan Zubair.

Dari golongan pemberontak terjadi peperangan yang sengit seperti Perang Jamal (perang Berunta) yang terjadi tahun 36 H atau 656 M. Perang ini terjadi antara kubu Ali bin Abi Thalib dengan kaum muslimin dipimpin Aisyah dibantu Thalhal dan Zubair. Disebabkan karena ada hasutan dari Abdullah bin Saba’. Pertempuran dimenangkan pihak Ali bin Abi Thalib. Sedangkan Thalhah dan Zubair gugur di medan peperangan.

Kemudian terjadi Perang Sifin, yaitu perang saudara antara keturunan Ali bin Abi Thalib dengan keturunan Bani Hasyim dan Muawiyah dari keturunan Bani Umayyah. Terjadi di sebelah barat sungai Afratdan pihak Muawiyah kalah dan meraikan diri, tetapi Amr bin Ash mengangkat Al Qur’an sebagai wujud tanda damai.

Beliau ingin menjadi khalifah berikutnya, namun menentapkan Muawwiyah sebagai khalifah karena Ali bin Abi Thalib telah diturunkan jabatannya oleh Abu Musa Al Asyari.

Saat itulah dimulainya kemarahan pendukung Ali bin Abi Thalib dan menimbulkan peperangan. Tepat tanggal 17 Ramadhan 40 H, Ali bin Abi Thalib dibunuh oleh Ibnu Muljam ketika melakukan salat subuh di Masjid Kufah. Dengan wafatnya Ali, maka berakhirlah masa khulafaur rasyidin.

Sudah saatnya pemimpin bangsa ini dipimpin oleh pemimpin Islam yang shalih.

Wallahu a'lam bish showab.***

Read more: Khulafaur Rasyidin, Cermin Pemimpin Islam Berkompeten dan Shalih ~ Kehidupan Islam http://firmanazka.blogspot.com/2010/07/khulafaur-rasyidin-cermin-pemimpin.html#ixzz23cgK7ktt
http://firmanazka.blogspot.com

Lagaligo Pulang ke Negeri Cina Tanete

Kisah Kepulangan La Galigo Ke Cina Dan terpikatnya kepada I Da’Batangeng
Sesudah mengadakan pembicaraan dengan cucu saudari saudaranya (cucu dari Batara Lattu yaiu sodaranya La Pangoriseng) maka La PAngoriseng bersaudara menuju istana Lakko Manurungnge ri Ale Luwu. Diperintahkannya kepada segenap rakyat, untuk berkumpul di depan istana. Setelah seluruhnya berkumpul, mereka kemudian bersama-sama berangkat menuju pelabuhan menjemput paduka yang dipertuan (I Lagaligo) untuk mendarat, menjejakkan kaki dipusat Kerajaan Luwu.
Namanya titah Raja, perintah Sang Penguasa maka dalam sekejap mata saja terlaksanalah seluru titah baginda La Pangoriseng. Berdatanganlah segenap rakyat di negeri Luwu, memenuhi halaman istana raja Luwu.
Rakyat banyak itu riuh rendah, karena bersuka cita atas kedatangan Baginda Yang Mulia yang sebentar lagu akan dijemput dipelabuhan.
Timbullah kembali semangat hidup rakyat luwu, karena datangnya putra mahkota (I La Galigo) Opunna Ware. Lalu berangkatlah I La Galigo sampai ke istana Lakko Manurungnge Mai ri Luwu. Setelah tiba dilihatnya jamuan lengkap, ditunggui oleh puluhan dayang-dayang. Bertanyalah I La Galigo :
“Apa gerangan yang telah terjadi wahai para dayang-dayang, sehingga di sini tersedia jamuan lengkap yang kalian tunggui, padahal tidak ada raja yang duduk dihadapan kalian ?”
Para dayang-dayang lalu menjawab:
“Santapan sehari-hari wahai Paduka yang mulia untuk Baginda (Sawerigading) yang pergi berlayar, mengasingkan dirinya dinegeri yang jauh. Seorang pula yang telah gaib, melayang naik ke Botting-Langi’ (Tenriabeng, adik kembar Sawerigading), menemukan jodoh di Ruwa Lette. Beliaulah yang disiapkan santapannya.”
Berkata I La Galigo:
“Kumpulkan segenap dayang-dayang ini wahai Ina! Janganlah kalian menunggui jamuan, padahal di hadapan kalian tidak ada seorangpun raja yang bersantap.”
Sesudah itu I La Galigo meneruskan langkahnya hingga ke ruangan tempat penyimpanan Genrang mpulaweng Manurungnge Mai ri Luwu. Lalu diraihnya Genrang itu, kemudian ditabuhnya bersama-sama dengan La Sulolipu, suara
genrangnya bertalu-talu. Tak ubahnya bunyi genrang apabila Sawerigading yang menabuh bersama La Pananrang.
Maka bangkitlah Sawerigading di tepat tidurnya, sembari berkata:
“Telah tiba wahai adinda Cudai, putramu di Luwu. Kanda dapat mendengarkan bunyi gendangnya sampai kemari.”
Batara Lattu’ pun menggeliat diatas pembaringannya sambil berkata:
“Telah tiba nian putranda di Luwu, bermukim di tanah leluhurnya Wattang mpare sambil menabuh genrang mpluaweng manurungnge, bersama-sama La Pananrang.”
Berkatalah sang pengiring/pengawal Batara Lattu sambil menghaturkan sembah sujud:
“Konon kabarnya wahai Paduka yang mulia! Dia adalah putranda dari ananda Sawerigading yang berbalasan dengan putranya La Pananrang menabuh genderang di luar.”
Batara Lattu, berkata:
“Suruhlah ia masuk ke dalam kamarku, agar aku bertutur sapa dengan bocah itu.”
Maka berjalanlah I Lagaligo memasuki kamar kakeknya, Batara Lattu. Iapun menghaturkan sembah sujud sebanyak tiga kali, kemudian mengambil tempat duduk dihadapan Batara Lattu. Berkatalah Batara Lattu:
“Tinggallah dikau di Luwu wahai ananda Galigo, menemaniku, selaku oenggati ayahandamu sebagai Pangeran Mahkota di ibu kota kerajaan Luwu.”
I La Galigo menghaturkan sembah sujud sambil berkta:
“Tapak tangan hamba hanya sekedar gumpalan darah, tenggorokan hamba pun tak ubahnya kulit bawang. Semoga nian hamba tidak kualat dalam menjawab titah paduka.”
lanjut La Galigo:
“Mohon restu paduka yang mulia. Hamba tidak dapat tinggal menetap di Luwu ini, sebab adinda We Tenridio’ sedang terserang penyakit parah. Ia mengidap penyakit yang menuntut diadakannya upacara tradisi di negeri Luwu, sebagaimana halnya yang pernah dilakukan bagi Baginda Ratu yang mulia, Mallajangnge ri Kalempi’na. Demikianlah waha Paduka yang mulia, sehingga ayahanda tercinta Opunna Ware menitahkan hamba untuk menjemput Genrang mpulaweng anurungngE di Luwu ini.”
Berkatalah Batara Lattu:
“Kalaupun demikian berangkatlah ke tanah Ugi wahai ananda Galigo untuk mengantarkan Genrang pluaweng ManurungngE. Kelak, setelah selesai penyelenggaraan upacara selamatan bagi We Dio’, kembalilah kemari, untuk menggantikan ayahandamu sebagai penguasa di Wattang mpare.”
Sesudah selesai bertutur sapa dengan kakeknya, I Lagaligo pun melangkah ke luar. Berkisar satu tahun lamanya I Lagaligo tinggal di Luwu menunggui kakek dan ibu-ibu tirinya, barulah I Lagaligo bersama segenap sepupunya dan seluruh pengiringnya berlayar kembali menuju Cina. Diboyonglah Genrang mpulaweng ManurungngE ri Luw bersamanya.
Upacara selamaan We Dio’ pun diselenggarakan. Sudah empat puluh hari empat puluh malam lamanya penduduk bergembira ria di Latanete sambil memanggang kerbau. Berdatanganlah segenap sepupu I Lagaligo yang perempuan untuk menyaksikan keramaian di Latanete.
Pendopo penuh sesak dengan penduduk yang berdatanagan dari seganap penjuru. Tiada terkatakan ramainya suasana di Cina. Para anak-anak Datu yang tujuh puluh orang itu saling bergantian menabuh genderang, sehingga bunyinya pun bertalu-talu tiada hentinya. Tiada sekejappun genderang itu berhenti ditabuh silih berganti. I Lagaligo berpasangan dengan I La Sulolipu, La Pawennari dengan Sida’Manasa To Bulo’E, La Patenrongi dengan I La Pallajareng, dan berpasanganlah La Tenripale To Lamuru’E dengan La Pammusureng.
Para anak datu yang tujuh puluh orang itu tidak kunjung terlelap. Ingin pulalah I Da’Batangeng, Punna Lipu’E Cina Rilau, puteri La Makkasau menyaksikan keramaian di Latanete, maka bertitahlah ibundanya:
“Wahai anada I Da’Batangeng! Janganlah hendaknya ananda berkunjung ke Cina, hanya untuk menyaksikan keramaian di Latanete/Sinukkerenna I La Galigo/dari Luwu/Cobo’-cobonna maccariwakka I La Semmaga, tidak menyegani sesamanya raja, dianggapnya bahwa hanya dirinyalah raja yang berkuasa di kolong langit. Jangan sampai ditahannya usungan tumpanganmu dan tidak dibiarkannya dikau pulang kembali ke negerimu Cina Rilau.”
Berkatalah La Makkasau, ayahanda I Da’Batangeng, bahwa:
“Mengapakah gerangan wahai ibundanya I Da’Batangeng, maka dikau tidak memperkenankan keinginan putrimu pergi ke Cina, untuk menyaksikan keramaian di Latanete.”
Berkata pula Punna Lipu’E Cina Rilau (La MAkkasau):
“Kalaupun ternyata usungannya ditahan I La Galigo pakah salahnya jikalau ia dijodohkan dengan sepupunya itu. Biarlah putri kita pergi ke Cina, menyaksikan keramaian di Latanete.”
Maka berdandanlah I Da’Batangeng, bersalin pakaian yang indah lalu berangkatlah menuju Cina untuk menyaksikan keramaian di Latanete. Hanya dalam sekejap saja maka tibalah usungan yang membawa I Da’Batangeng. Ia lalu turun di depan istana. Ketika itu I La Galigo sedang mengadu ayam di atas arena adu ayam.
Ketika La Galigo menoleh, dilihatnya sepupunya yang sedang turun dari usungan, lalu melangkahkan kaki naik ke istana. Berkatalah La Galigo:
“Siapakah gerangan putri mahkota nan cantik jelita yang barusan tadi tiba dengan usungan ?”
La Pallajareng, menyahut:
“Rupanya dinda Galigo tidak mengenal sepupu kita Punna Lipu’E Cina Rilau. Ia bernama I Da’Batangeng, puteri Baginda La Makkasau.”
Serta merta I La Galigo mencampakkan ayam jagonya lalu bergegas melangkah ke istana untuk menyusul I Da’Batangeng. La Galigo langsung menuju ke atas pelaminan (lamming) menabuh genderang, berpasangan dengan La Sulolipu. Tabuhan genderangnya berbunyi seperti suara manusia:
“Dahului-dahuluilah si orang Walana itu. Cegat, cegatlah si orang Solo’. Dahuluilah bersanding di atas pelaminan emas. Sungguh takkan kubiarkan Punna Lipu’E Cina Rilau kebali kenegerinya. Saya berkeinginan menyandera usungan putri juwita dari Cina Rilau.”
Bergantian pamandanya menasehati La Galigo, demikian pula ayahandanya turut menasehatkan, bahwa:
“Janganlah wahai ananda Semmagga engkau menyandera usungan dari Cina Rilau. Jangan sampai hal itu menurunkan martabat pamndamu La Makkasau. Jikalau susungan putrinya tersandera. Biarkalah sepupumu itu kembali ke kampung halamannya.”
I La Galigo tidak sudi mendengarkan nasehat ayahnya, lalu berkata:
“Perkenankanlah wahai ayahanda adindaku I Da’batangeng tetap tinggal di istana Latanete, sementara itu ayahanda mengirimkan utusan untuk meminangnya pada baginda La Makkasau di Cina Rilau.”
Berbalaslah Sawerigading:
“Mengapakah gerangan wahai ananda Galigo engkau berkeinginan menyandera usungan dari Cina Rilau, padahal kita tidak menguasai wilayah kekuasaan pamandamu. Kita tidak dapat memaksakan kehendak sendiri terhadapnya.”
Namun I La Galigo sudah lupa diri, tidak sudi lagi mendengarkan nasehat.

Nujum Pak Belalang

Cerita Pak Belalang merupakan dasar film yang disutradarai P. Ramlee, Nujum Pak Belalang (1959).
Alkisah, maka adalah suatu cerita, kononnya sebuah negeri nama Halban Cundung. Nama rajanya Indera Maya, cukup dengan hulubalang menterinya. Maka adalah dipeminggiran negeri raja itu seorang peladang tiga beranak, anaknya laki-laki dinamakannya Belalang, menjadi orang-orang semuanya memanggil orang tua peladang itu Pak Belalang. Maka pada suatu tahun semua orang tiada dapat padi berladang, oleh sangat kemarau. Maka yang hal sepeladang tiga beranak itu sangatlah kesusahan hendak mencari makanan, tiadalah dapat daya dan upaya lagi, melainkan dengan makanan kutip katap sahaja, ya ni kadang-kadang makan ubi, tebu, pisang, keladi dan sebagainya.
Hatta, antara beberapa lamanya di dalam hal yang demikian itu, sampailah pula musim piama. Maka orang bekerja bendang pun masing-masing turun kebendangnya membuat pekerjaan, ada yang mencuci parit, membaiki batas-batas mana-mana yang patut dan rusuk, dan ada yang menengala dengan kerbau, ya ni tanah di dalam petak bendang itu supaya menjadi lembut semuanya, boleh senang menanam padi, lagi pula menyuburkan pokok padi sampai kepada buahnya. Maka ada pula yang memagar dan berbuat berbagai-bagai ikhtiar supaya terpelihara daripada mara bahaya musuhnya seperti tikus, ulat dan babi. Maka di dalam hal yang demikian itu semua orang membuat pekerjaan, melainkan Pak Belalang tiga beranak asyik dengan tidur siang malam dirumahnya dengan berdukacita yang teramat sangat akan kehidupannya yang akan boleh makan.
Maka pada suatu hari Pak Belalang berkata kepada anaknya nama Si Belalang itu, wahai anakku, apalah sudah untung kita demikian ini. Tiadalah dapat apa-apa yang dijadikan makanan kita anak beranak. Maka jawab anaknya, apakah fikiran aki? Maka kata Pak Belalang, pada fikiranku pergilah anakku sembunyikan kerbau orang yang menenggala dibendang itu barang dua ekor, taruh di dalam semak-semak itu. Jikalau orang itu gempar kehilangan kerbaunya, katakana aku tahu bertenung menentukan dimana-mana tempat kerbau itu.
Sebermula, telah sudah bermesyuarat kedua beranaknya, pada waktu matahari rembang orang-orang bendang itu kelelahanlah penat. Masing-masing pun berhentilah naik kedangaunya makan minum dan setengah tidur. Maka kerbau-kerbau mereka itu ditambatkan ditepi batas yang disebelah naung, makan rumput dan setengah dilepaskan dengan tali-talinya berkubang.
Arakian, Si Belalang pun, lepas bermesyuarat dengan bapanya itu, lalulah ketempat kerbau yang teramat itu dengan seorang dirinya terhendap-hendap mengintau tuan kerbau itu. Telah sampai lalu dipegangnya tali kerbau, diambilnya dua ekor, ditambatkannya kepada pohon kayu besar kira-kira sebatu jauhnya daripada tempat itu. Maka ia pun pulang kepada bapanya, habis dikabarkannya hal ehwalnya. Maka sangatlah sukacita bapanya mendengarkan perkataan anaknya oleh mengikut seperti pengajarannya.
Hatta, tersebut perkataan orang-orang bendang itu. Apabila telah beralih hari, masing-masing pun turunlah kebendangnya sambil hendak mengambil kerbau. Maka dilihat dua ekor kerbaunya sudah hilang. Jenuh mencari tiada jump, sambil berkata, siapakah gerangan agaknya tahu bertenung ini? Kita hendak tenungkan kerbau yang hilang ini. Maka pada ketika itu Si Belalang sedang bermain dekat-dekat meraka itu. Maka katanya, bapaku tahu juga sedikit-sedikit bertenung.
Jawabnya tahu juga. Maka kata orang bendang itu, marilah kita sekalian pergi kepada Pak Belalang minta ditenungkan. Jawab kawannya, moh la. Lalu pergilah orang-orang bendang itu kepada Pak Belalang. Maka pada ketika itu Pak Belalang pun ada dirumah sedang memegang gobek. Lalu ditegurnya akan mereka itu seraya katanya, apakah hajat anakku sekalian ini? Jawab orang-orang itu, kita ini mendapatkan Pak Belalang minta tenungkan kerbau kita hilang, jenuh mencarinya.
Maka kata Pak Belalang pun mengambil kertas yang buruk, ditulisnya bagai bekas cakar ayam sahaja, dengan tawakal diperbuatnya serta membilang-bilang jarinya dan memejam-mejamkan matanya. Katanya, ayuhi anakku, kerbau itu dua yang hilang ada disebelah matahari mati, ditambatkan orang dipohon kayu besar. Pada petuanya jikalau lambat dituruti nescayalah ia mati.
Demi orang-orang itu mendengarkan perkataan Pak Belalang, sangatlah sukacita hatinya. Lalulah pergi setenganya mencari dan yang setengah balik pulang. Kemudian antara beberapa lamanya mereka itu pun sampailah ketempat yang ditambatkan oleh Si Belalang itu. Maka kerbau dua ekor itu hampir akan mati karena kehausan, lalu diambilnya, dibawa pulang kerumahnya akan Pak Belalang tahu tenung. Maka singgahlah mereka itu dirumah Pak Belalang, serta membawa beberapa banyak hadiah daripada beras, padi, tembakau, gambir, ikan dan lain-lainnya adalah berharga kadar lima puluh derham. Maka sangatlah kesukaan hati Pak Belalang menerima hadiah mereka itu, dengan beberapa kesenangan ia makan anak-beranak.
Kelakian, tersebutlah Raja Indera Maya di dalam negeri itu. Pada suatu malam kecurianlah baginda tujuh biji peti yang berisi emas, intan, derham dan lain-lain mata benda yang mahal-mahal harganya. Maka dititahkan oleh baginda memukul canang segenap pekan di dalam negeri itu, titahnya, siapa-siapa tahu bertenung raja memanggil kedalam, hendak minta tenungkan harta yang hilang kecurian tujuh buji peti semalam. Maka didengar oleh bendang yang hilang kerbau itu. Katanya, yang kita tahu, orang yang pandai bertenung, boleh dapat dengan segeranya.
Maka kata tukang canang itu, dimanakah rumahnya? Jawab orang bendang itu, itulah rumahnya. Maka pergilah tukang canang itu. Didapati Pak Belalang ada hadir dirumahnya. Lalu mereka bertanya, ayuhai Pak Belalang, iakah sungguhh tahu bertenung? Maka jawabnya, tahu juga sedikit. Maka kata tukang canang, marilah mengadap baginda, karena baginda kecurian tujuh biji peti semalam.
Maka jawab Pak Belalang, baiklah. Maka ia pun pergilah mengadap baginda bersama-sama dengan tukang canang. Apabila sampai kedalam lalu ditegur oleh baginda seraya bertitah, hai Pak Belalang, tahukah engkau bertenung? Maka sembah Pak Belalang, ampun Tuanku beribu-ribu ampun, tahu juga sedikit kerana patik ditinggalkan hamba tua dahulu empat peti kitab tiba dirumah patik dari hal kisah pencuri barang-barang yang hilang.
Maka titah baginda, jikalau baginda beta beri tempoh di dalam tujuh hari ini, beta minta tenungkan harta beta yang hilang itu. Jika tiada dapat engkau tenungkan harta itu, nescaya beta bunuh kerana membuat bohong mengatakan ada empat biji peti tib ilmu nujum. Maka sembah Pak Belalang, Daulat Tuanku titah patik junjung. Insyaallah ta`ala, berkat dengan tinggi daulat, bolehlah patik tenungkan, Tuanku.
Maka Pak Belalang pun bermohon balik, dikurniakan oleh baginda seratus derham akan belanjanya. Hatta, apabila sampai kepekan, maka dibelinya beras, ikan, minyak dan tepung, dibawa balik kerumahnya, diberikan kepada isterinya. Maka tanya isterinya, dimana Pak Belalang dapat barang banyak-banyak ini? Curikah? Jawabnya, tiada aku curi, raja memberi kepada aku, disuruhnya bertenung hartanya hilanh tujuh biji peti semalam konon. Maka tepung ini perbuatlah roti. Aku teragak hendak makan roti rasanya.
Maka diambil oleh perempuannya barang-barang itu diperbuat roti. Seketika nanti hari pun malam. Lepas makan nasi tiga beranak itu, Pak Belalang pun berbaring di tengah rumahnya oleh sebab letih berjalan tadi. Maka isterinya pun masaklah roti itu didapurnya, direndangnya sebiji-biji, maka berbunyilah roti itu kena minyak di dalam kuali, chur bunyinya. Maka oleh Pak Belalang dibilangnya dari tengah rumah itu, katanya, satu membilang roti itu.
Maka dengan takdir Allah, berkat ia bertawakal membuat pembohong itu, tatkala ia membilang roti itu maka kepala pencuri yang mengambil harta baginda itu ada orang terdiri dihalam Pak Belalang, barulah ia keluar dari hutan, kerana jalannya pergi datang itu dekat dengan rumah Pak Belalang. Kemudian chur bunyinya sekeping roti lagi, dibilangnya, dua. Maka pencuri itu pun sudah dua berdiri dihalamannya. Kemudian tiga, maka pencuri itu pun sudah tiga orang disitu. Kemudian tujuh keping roti dibilang oleh Pak Belalang, bersetuju dengan pencuri itu telah ada disitu ketujuh-tujuhnya.
Maka kata kepala pencuri itu, Hai kawan-kawan sekalian, ada pun kita ni sudah diketahui oleh orang tua Pak Belalang akan kita ada disini. Pada fikiranku, tentulah ia tahu kita tujuh orang ini yang mengambil harta raja itu dan sekarang baiklah kita pergi berjumpa dengan dia berkabarkan kesalahan kita yang mengambil harta raja itu. Jawab yang berenam itu lagi, baiklah mari kita pergi kabarkan supaya lepas nyawa kita mati dibunuh raja itu. Maka pencuri ketujuh itu pun pergilah mengetuk pintu Pak Belalang. Maka kata Pak Belalang siapa itu?
Jawabnya, kita hendak berjumpa dengan Pak Belalang. Maka dibuka oleh Pak Belalang pintunya lalu naiklah pencuri ketujuh-tujuh orang itu seraya duduk berjabat tangan dengan Pak Belalang. Maka kata Pak Belalang, dari mana datang dan apakah hajat? Maka jawab pencuri, kami datang ini minta nyawa kepada Pak Belalang. Jangan kamu sekalian dibunuh, kerana kamilah semua yang mengambil peti raja negeri ini, yang hilang tujuh biji itu. Oleh sebab jikalau tiada kita berkabarkan benar pun, Pak Belalang sudah tahu, kerana Pak Belalang di rumah, kami di tanah lagi belum nampak sudah Pak Belalang bilang.
Sebermula telah didengar oleh Pak Belalang akan perkataan pencuri ketujuh itu sangatlah sukacitanya sambil berdaham. Katanya, dengan sesungguhnya aku tahu. Masa anakku di tanah tadi aku bilang di rumah ini satu hingga ketujuh. Benar atau tidak bilangan aku itu? Maka jawab pencuri itu dengan ketakutan, benar. Itulah sebabnya kami sekalian takut akan Pak Belalang berkabar kepada raja, matilah kami sekalian di bunuh oleh raja itu.
Maka kata Pak Belalang, jikalau sungguh anakku sekalian berkata benar, tidaklah dibunuh oleh raja. Dimanakah harta raja itu sekarang? Jawab pencuri itu, adalah kami sekalian tanamkan disebelah selatan di dalam hutan, lebih kurang ada sebatu dari sini. Kami sekalian tanamkan di dalam tanah tiada apa-apa rusak, bolehlah Pak Belalang ambil harta raja itu balik. Maka kata Pak Belalang, baiklah, tetapi jangan membuat bohong. Tentu aku suruh bunuh kepada raja.
Maka bersumpahlah pencuri itu mengatakan tidak bohong sekali-kali. Kemudian roti yang dimasak oleh isteri Pak Belalang itu pun dijamukannyalah kepada pencuri-pencuri itu. Lepas makan mereka itu pun turunlah berjalan. Hatta, telah siang hari, Pak Belalang pun pergilah mengadap Raja Indera Maya seraya baginda bertitah, apa kabar, Pak belalang? Adakah dapat ditenungkan di dalam tib darihal itu?
Maka sembah Pak Belalang, insyaallah ta`ala, dengan berkat tinggi daulat dapatlah dalam tib-tib patik itu, Tuanku. Patik peroleh satu buku, di dalamnya ada tersebut bahawasanya ada pun hartanya yang hilang tujuh orang, dibawahnya kesebelah selatan, sudah ditanamkannya di dalam tanah, tetapi tiada rosak barang-barang itu lagi.
Setelah menitahkan dua orang menteri dengan seratus hulubalang dan lima ratus rakyat mencari peti baginda itu dengan segeranya, maka masing-masing menyembah lalu berjala. Maka baginda pun tinggallah dengan Pak Belalang di balairong seri dihadapi oleh bentara biduanda sida-sida sekalian.
Maka tersebutlah kisah menteri dengan hulubalang, rakyat pergi mencari harta itu. Selang beberapa lamanya sampailah kedalam hutan besar, ditujunya kesebelah selatan. Dengan takdir Allah subhanahu wata`ala betullah sampai mereka kepada tempat peti yang ditanamkan oleh pencuri itu, berjumpa dengan suatu lubang bekas ditimbus orang. Maka diambil oleh menteri anak-anak kayu suruh tikam kedalam tanah, lalu kenalah kepada peti itu, serta diangkat naik, dipikul oleh rakyat sekalian, dibawa balik mengadap baginda.
Maka baginda pun turunlah dari atas singgahsana sambil berkata, betullah sungguh Pak Belalang ini, besar untungnya dan kebaktiannya kepada aku. Baginda bertitah itu dengan teramat sukacitanya, seraya memandang kepada muka Pak Belalang. Titahnya pula, ada pun Pak Belalang ini telah beta gelar Ahlunnujum pada hari ini, dan barangsiapa memanggil Pak Belalang, beta guntingkan lidahnya.
Maka sekalian rakyat, menteri hulubalang pun mengatakan Ahlunnujum sekaliannya. Maka titah baginda, Hai ahlunnujum, beta anugerahi sebiji peti ini akan dikau, bawalah pulang kerumah, berikan kepada anak isteri engkau. Maka sembah Ahlunnujum Belalang, ampun Tuanku beribu-ribu ampun, patik mohonkan ampunlah dikurniakan harta itu, kerana ayapan yang kurniai oleh dulu Tuanku dahulu itu pun cukup patik ayapi anak beranak.
Maka titah baginda menyuruh juga hantarkan sebiji peti yang berisi emas, intan, ratna mutu manikam, kerumah ahlunnujum Belalang itu. Maka ahlunnujum pun bermohon kembali pulang kerumahnya dengan sukacita sekalian anak isterinya. Hatta, antara selang tiga bulan, masuklah pula tiga buah kapal membawa anak itik baru jadi, meminta kenalkan jantan betinanya. Maka kapal itu pun sampailah kepelabuhan. Juragannya naik kedarat mengadap Raja Indera Maya. Maka ada pun tatkala itu baginda sedang dihadapi oleh menteri, hulubalang, sida-sida, biduanda sekaliannya.
Maka juragan itu pun naiklah kebalai pengahadapan masuk mengadap dibawa oleh bahtera baginda. Serta baginda memandang, juragan pun bertelut kepada baginda. Sembahnya, ampun Tuanku beribu-ribu ampun, patik ini datang dari sebuah negeri kesebuah negeri membawa anak itik baru menetas, meminta kenalkan jantan dan betinanya patik persembahkan kebawah duli Tuanku kapal patik tiga buah itu dengan isinya, patik turun kain sehelai sepinggang sahaja. Tetapi jika Tuanku terkenal anak itik itu jantan betinanya, harapkan diampun beribu-ribu ampun, negeri Tuanku ini patik pohonkan supaya menjadi milik patik.
Maka sahut baginda, baiklah encik Juragan, beta minta tempoh tiga hari dahulu. Kepada hari yang ketiga itu pagi-pagi bolehlah datang bawakan anak-anak itik itu, boleh beta kenalkan jantan betinanya. Maka juragan itu pun bermohon balik kekapalnya. Maka baginda pun menitaahkan seorang biduanda panggil ahlunnujum belalang. Maka biduanda pergi kepada Ahlun nujum Belalang. Tatkala itu Ahlun nujum Belalang ada dirumahnya sedang merojak sireh hendak dimakannya. Maka biduanda pun naik. Katanya, Hai Ahlun nujum , titah memanggil bersama-sama sahaya mengadap dengan segeranya.
Jawab biduanda ada kapal masuk membawa anak itik baru menetas, minta kenalkan jantan betinanya. Itulah sebab Tuanku memanggil. Maka sahut Ahlun nujum Belalang, Baiklah, lalu ia mengambil tongkat berjalan bersama-sama dengan biduanda mengadap baginda kebalairong seri. Demi terpandang kepada Ahlun nujum, maka baginda pun bertitah, marilah kesini dekat dengan beta ini, hendak bermesyuarat.
Maka Pak Belalang pun datanglah hampir dengan baginda seraya meyembah. Maka titah baginda, apalah hal beta ini ahlun nujum? Ada pula masuk tiga buah kapal membawa anak itik baru menetas dari telur. Juragannya meminta kenalkan jantan betinanya, kepada beta. Jika tidak kenal, negeri ini pulanglah kepadanya. Maka sekarang apakah halnya beta hendak mengenalnya itu?
Setelah Ahlun nujum Belalang mendengarkan titah baginda, ia pun termenung seketika serta menyerahkan dirinya kepada Tuhan sarwa sekalian alam harapkan makbul sebarang maksudnya membuat perkataannya yang pembohong itu semuanya, Ampun Tuanku beribu-ribu ampun, titah Tuanku terjunjunglah di atas otak batu kepala patik. Maka dengan berkat tinggi daulat Tuanku adalah pula buku tib itu tinggal di rumah patik, dua tiga empat peti penuh berisi dengan pasal anak itik itu sahaja. Dan harapkan ampun patik bertempuh tiga hari mencari dalam tib itu. Maka titah baginda, baiklah.
Maka Pak Belalang pun bermohon balik pulang kerumahnya dengan dukacita yang teramat sangat kerana takut kalau kedapatan budi pembohongnya itu. Maka keluh kesahlah ia tiada lalu makan dan minum dan tidur, melainkan di dalam hatinya berkata, ya Allah, ya Rabbi, ya Saidi, ya Maulai. Kepada Tuhanku juga hamba menyerahkan diri, barang dimakbulkan kiranya seperti maksud dan hajat hamba ini akan mengetahui jantan betina anak itik itu dengan mudahnya.
Hatta, perjanjian dengan baginda itu pun sampailah dua hari sudah. Maka sangatlah dukacita Pak Belalang akan perkara yang disanggupinya itu. Setelah sampai kepada malam ketiganya, maka dengan takdir Allah subhanahuwata`ala dibukakan hatinya fikiran yang baik. Baiklah aku pergi bersampan berkayuh dekat-dekat kapal mendengar perkabaran itik itu.
Maka ia pun berkayuhlah dengan perahunya yang pipih supaya tidak kedengaran bunyi air. Setelah Pak Belalang sampai kepada kapal yang tiga buah berlabuh itu seraya perlahan-lahan mendengarkan apa-apa percakapan orang dikapal itu. Maka dengan takdir Allah subhanahu wata`ala melakukan kudrat di atas hambanya, pada ketika itu bercakaplah isteri juragan kapal itu dengan suaminya. Katanya ayuhi Encik Juragan, berapa lama sudah saya bersama-sama belayar menjajakan anak itik ini minta kenalkan jantan betinanya belum juga saya tahu bagaimana hendak mengenalnya itu. Jikalau sungguh kasih kepada saya tolonglah kabarkan supaya saya tahu.
Maka jawab juragan itu, ayuhai adinda, buah hati kekanda, tiadalah dapat kekanda hendak mengabarkan hal itu, takut didengar oleh orang, kerana esok hari hendak kekanda bawa mengadap raja negeri ini minta kenalkan jantan betinanya. Jikalau tiada lalu raja itu mengenalnya negeri ini kita miliki, dan jikalau lalu pula raja itu mengenalnya, kapal yang tiga buah ini pulang kepadanya. Kita sekalian turun kain sehelai sepinggang sahaja. Tetapi oleh kasih kekanda, kabarkan. Janganlah dicakapkan kepada orang.
Maka jawab isterinya, katakanlah supaya adinda dengar. Di mana pula ada orang tengah malam datang hampir kemari? Lalu dikabarkan oleh juragan kepada isterinya, katanya, jikalau hendak mengenal jantan betina anak itik itu, hendaklah dibubuh air di dalam terenang. Mana-mana yang dahulu menyelam itulah betina dan yang kemudiannya jantan.
Setelah didengar oleh isterinya, ia pun diam. Lalu tidur kedua laki isteri menantikan siang. Shahadan maka Pak Belalang pun sekalian hal ehwal itu semuanya didengar. Sangatlah suka hatinya serasa mati hidup kembali, sambil berkayuh perlahan-lahan balik pulang kerumahnya. Setelah sampai lalu memanggil perempuannya emak Belalang. Maka emak Belalang pun bangun memebuka pintu. Maka kata Pak Belalang, ada \kah nasi emak Belalang? Aku lapar ini. Pergilah masak segera, apa digaduhkan masak nasi ransom? Belanja kita raja memberi.
Maka jawab isterinya, sudah ada nasi. Makanlah. Maka Pak Belalang pun bersalin kainnya lalu duduk serta memakan nasi. Setelah itu, ia pun tidur dengan kesukaannya. Seketika lagi hari pun sianglah lalu ia bangun duduk sambil merojak sirehnya. Sebermula, maka tersebutlah perkataan juragan kapal. Telah hari siang pagi-pagi hari, maka juragan pun bersiaplah lalu naik kedarat diiringkan oleh anak-anak perahunya membawa anak itik itu. Maka baginda pun hadir di atas singgasana tahta kerajaan dihadapi oleh sekalian menteri, hulubalang, sida-sida bentara, rakyat bala, hina dina hendak melihat temasya itu.
Hatta, baginda pun menitahkan seorang biduanda memanggil ahlun nujum Belalang dengan segeranya. Maka biduanda pun menyembah lalu turun berjalan kerumah Ahlun nujum Belalang. Maka katanya titah Tuanku memanggil Ahlun nujum. Juragan dan sekalian orang telah berhimpun dibalai semuanya. Maka Ahlun nujum pun bersiap-siapkan sirehnya lalu mengadap baginda. Maka sampailah kebalairung seri. Maka titah baginda, marilah kemari.
Maka Ahlun nujum Belalang pun dekatlah dengan baginda. Maka titah baginda, Apakah hal ahlun nujum hendak mengenal anak itik itu jantan betinanya? Maka sembah Pak Belalang. Ampun Tuanku beribu-ribu ampun, jenuh patikmencari di dalam tin patik. Maka dapatlah patik di dalam buku kecil sahaja, ada di dalam dua baris tertulis di tulis disitu mengatakan demikian, bahawasanya ada pun hendak mengenal anak itik itu jantan betinanya, hendaklah dengan air.
Maka titah baginda menyuruh ambilkan suatu terenang emas. Maka di bawa oleh dayang-dayang di persembahkan kepada baginda. Maka titahnya, inilah air, ahlun nujum. Maka sembah Pak Belalang, kemudian lepaskan seekor. Mana-mana yang dahulu menyelam, itulah yang betina dan yang kemudian menyelam itulah jantannya. Maka titah baginda, lepaskanlah. Sembah Pak Belalang, silakanlah Tuanku melepaskannya. Titah baginda, beta tiada tahu.
Maka Pak Belalang pun bangun seraya menyembah melepaskan itik itu. Maka apabila dilepaskannya seekor dalam terenan, maka anak itik pun menyelam. Maka sembah Pak Belalang, itulah betina, tuanku. Kemudian dilepaskan pula seekor lagi, lambat menyelam. Titah baginda, lambat pula menyelan itu. Sembah Pak Belalang, yang lambat menyelam itu jantan, Tuanku.
Maka baginda pun memandang kepada juragan kapal itu. Titahnya, apakah kabar Juragan? Betulkah seperti kata ahlun nujum ini, dimana hendak patik simpangkan perkataan yang sebenar itu? Maka titah baginda, jikalau begitu, baiklah perdana menteri beri juragan ini tiga buah perahu dan bekalnya sampai ia balik kenegerinya. Maka perdana menteri pun menyembah dan juragan kapal pun turun bersama-sama dengan menterinya seraya menyembah baginda. Kapal itu pun diserahkan kepada bendahara dengan isi-isinya.
Sebermula, tersebutlah kisah baginda itu pula memberi titah kepada Pak Belalang. Titahnya ayuhai saudara beta, ahlun nujum yang bijaksana, dengan kerelaan hati beta memberi sebuah kapal itu kepada saudara dengan isi-isinya. Maka sembah Pak Belalang, ampun tuanku beribu-ribu ampun, sembah patik harapkan diampun, sebenar sangat seperti titah itu, dengan sebolah-bolehnya patik mohon ampunlah dikurniai itu, kerana mana-mana harta yang duli Tuanku kurniakan dahulu sekarang telah sudah dihabiskan oleh didik itu bersuka ria, ampun tuanku bermain muda sahaja kerjanya.
Baginda pun tertawa gelak-gelak, titahnya, tiada mengapa, budak-budak sahajanya gemar main muda itu, tiada pula menjadi kesalahan. Tetapi kawinkan dia mana-mana yang diperkenankan dan kapal ini pemberian betalah kepadanya Si Belalang itu. Maka sembah Pak Belalang, daulat Tuanku. Maka kapal itu pun disuruh hantarkan kepelabuhan Pak Belalang, adanya.
Sebermula, telah selesai kisah anak itik itu, dengan takdir Allah subhanahu wa`tala, masuklah pula tujuh buah kapal membawa kayu yang teramat licin dan bulat, panjangnya kira-kira sehasta, nakhodanya itu pun naiklah mengadap baginda bermaklumkan halnya serta membawa kayu itu, dipersembahkan kepada baginda. Katanya, ampun tuanku beribu-ribu ampun, sembah patik harap diampun jua kiranya. Adalah patik datang ini mengadap tuanku membawa suatu kayu bulat licin semuanya. Patik minta kenalkan kayu tentukan ujung dan pangkalnya patik persembahkan ketujuh buah kapal patik ini, patik turun sehelai sepinggang sahaja.
Demi didengar oleh baginda sembah nahkoda itu, lalu titah baginda, baiklah beta minta tempoh tujuh hari kepada nakhoda. Setelah sudah, maka nahkoda kapal itu pun bermohonlah balik kekapalnya. Maka baginda pun bertitah menyuruh panggil Pak Belalang. Maka biduanda pun menyembah serta bermohon pergi mendapatkan ahlun nujum Belalang itu. Katanya, titah tuanku memanggil kebalai. Jawab Pak Belalang, apa pasal memanggil aku? Lalu ia pun turun dengan segera mengadap baginda bersama-sama dengan biduanda kebalai.
Hatta, setelah baginda melihat Pak Belalang datang itu, baginda pun memberi titah kepadanya, ayuhai ahlun nujum, apalah ikhtiar diri sekarang? Ada seorang nakhoda membawa kapal tujuh buah datang kepada beta, kerana ia ada membawa kayu bulat licin. Ia meminta kenalkan ujung pangkal kayu itu. Jikalau lalu terkenal oleh beta ujung dan pangkalnya, kapal yang tujuh buah itu diberikannya kepada beta. Jika tiada terkenal, maka negeri ini pulang kepadanya. Beta minta tempoh tujuh hari.
Arakian, telah Pak Belalang mendengar titah baginda, maka lalu ia mengangkat tangan mendatangkan sembah, ampun tuanku beribu-ribu ampun, sembah patik harap diampun, ada pun dari hal mengenal kayu, bolehlah juga patik kenalka, berkat tinggi daulat tuanku, kerana ada tujuh peti tib patik dirumah pasal mengenal kayu-kayu. Dan dua peti buku-buku pasal itu sahaja.
Titah baginda, baiklah boleh ahlun nujum lihat di dalam buku-buku itu. Maka Pak Belalang pun bermohonlah kembalilah kerumahnya. Hatta, dalam pada itu sampailah perjanjian itu tujuh hari kepada malam. Maka daripada pagi-pagi hari nakhoda kapal pun bersiaplah dengan anak perahunya hendak naik kebalairung seri membawa kayu itu. Maka pada ketika hulubalang, sida-sida, bentara, penuh sesak hendak melihat temasya itu.
Maka hal Pak Belalang pada malam yang ketujuh itu turunlah ia kesampan berkayuh kekapal nahkoda itu daripada sebuah kapal kepada sebuah kapal. Hatta dengan takdir Allah subanahu wata`ala sampailah ia kekapal nahkoda yang jauh di tengah lautan sekali. Kepada masa itu nahkoda pun ada duduk sedang bermesyuaratkan darihal hendak membawa kayu itu esok harinya mengadap baginda. Maka kata sekalian anak-anak perahunya itu, ayuhai Tuan nahkoda, hamba sekalian pun sangatlah ajaib bagaimanakah hendak mengenali ujung pangkal kayu itu. Maka sahut nahkoda kepada anak-anak perahunya itu, janganlah kau sekalian cakapkan kepada orang rahsia ini, kalau didengar oleh orang rosaklah kita.
Maka kata sekalian anak-anak perahu itu, ya tuan nahkoda, dimana datang orang tengah malam ini? Maka kata nahkoda sekalian pun sangatlah ajaib bagaimanakah hendak mengenal ujung pangkal kayu itu, ada pun hendak mengenal ujung kayu itu dipegang sama tengahnya, diletakkan di atas air. Kemudian mana-mana dahulu yang tenggelam, disitulah pangkalnya.
Telah sudah nahkoda berkabarkan rahsia itu kepada anak-anak perahunya, semuanya didengar oleh Pak Belalang perkataan itu. Ia pun balik kerumahnya. Hatta, telah hari siang, pagi-pagi hari berhimpunlah sekaliannya. Maka nahkoda kapal itu pun naiklah mengadap baginda membawa kayu itu. Maka baginda pun bertitah suruh duduk seraya memandang kepintu balai penghadapan itu menantikan ahlun nujum Belalang, lalu naik keatas balai penghadapan seraya menyembah baginda. Maka ditegur oleh baginda sambil bertitah, marilah dekat dengan beta disini. Apa kabar dalam tib ahlun nujum itu?
Maka sembah Pak Belalang, ampun Tuanku beribu-ribu ampun, ada pun di dalam tib patik darihal hendak mengenal ujung pangkal kayu itu hendaklah dengan air, tuanku. Maka titah baginda menyuruh ambil air kepada dayang-dayang pun mengambil air, dibubuh di dalam batil emas, dibawa kehadapan baginda. Maka sembah Pak Belalang, tuanku lepaskan kayu itu. Maka titah baginda, beta tiada tahu. Ahlun nujum sendiri lepaskan.
Maka Pak Belalang pun menyembah baginda seraya mengambil kayu itu. Maka ditimbangnya betul sama-sama tengah kayu, dilepaskannya di dalam air itu. Maka tenggelam sebelah dahulu. Titah baginda. Apa yang dahulu temggelam itu? Maka sembah ahlun nujum Belalang, ampun Tuanku beribu-ribu ampun, yang tenggelam itu pangkalnya dan ujungnya itu kemudian tenggelam kerana ringan dan pangkalnya itu berat.
Maka baginda pun memandang kepada nahkoda kapal itu seraya bertitah, apa kabar nahkoda adakah betul seperti kata ahlun nujum beta dan tiada? Maka sembah nahkoda itu, sebenarnyalah seperti kata ahlun nujum Tuanku itu. Apa hendak patik salahkan lagi? Sudah nasib patik, tuanku kerana patik dengar ahlun nujum tuanku ini arif bijaksana sangat. Inilah sebab patik mencuba kepandaiannya itu.
Maka sahut ahlun nujum, dengan sebenarnya juga encik nahkoda menyembah kebawah duli yanga maha mulia itu. Jikalau ada kepandaian arif bijaksana sekali pun jika tiada rajin usaha tiada berguna juga. Maka terasalah dihati nahkoda itu teringatkan tatkala anak-anak perahunya itu bertanyakan ujung pangkal kayu dahulu agaknya barangkali Pak Belalang itu mengendapmendengarkan kisah itu, kerana ada cakapnya itu berusaha. Tetapi itu fikiran di dalam hatinya sahaja, tiada dikeluarkannya. Maka titah baginda menyuruh biduanda berikan ampun kurnia kepada nahkoda itu tujuh buah perahu serta belanja makanannya. Maka nahkoda itu pun turun dari kapal sehelai sepinggang sahaja. Maka kapal tujuh buah serta dengan isinya itu pulang kepada baginda semuanya. Maka nahkoda itu pun bermohon kepada baginda naik keperahunya langsung pulang kenegerinya.
Hatta, selang antara berapa lamanya, masuk pula sebuah kapal perdana menteri Askalan Rum mengadap baginda membawa surat rajanya kepada baginda. Tatkala itu baginda sedang semayam di atas takhta kerajaan dibalairung seri. Perdana Menteri itu pun naik lalu menyembah baginda dan mempersembahkan surat itu. Maka disambut oleh bentera dan dibaca dihadapan baginda. Demikianlah bunyinya:
Sembah sujud serta ta`zim serta takrim daripada anakanda Raja Baharum Indera Sakti dinegeri Askalan Rum, barang disampaikan kiranya mengadap kebawah tahta paduka ayah duli yang maha mulia. Ihwal anakanda maklumkan jikalau ada mudah-mudahan rahim kasihan belas ayah, anakanda pohonkan Ahlun nujum ayah, minta lihatkan anakanda kehilangan isteri anakanda baru kawin tujuh hari, sedang tidur dicuri oleh jin. Maka haraplah dipohonkan bersama-sama pacal Perdana Menteri itu.
Telah didengar bunyi surat itu, baginda pun menyuruh panggil ahlun nujum Belalang. Maka biduanda pun pergilah. Ada seketika lamanya, ahlun nujum Belalang pun sampailah bersama-sama dengan biduanda mengadap baginda. Maka baginda pun bertitah, hai ahlun nujum, ada pun sebab beta memanggil ini kerana ada sebuah kapal masuk kemari mengadap membawa surat darihal putera baginda negeri Askalan Rum hilang isteriny, ia sedang tidur bersama-sama dicuri oleh seorang jin. Adakah dapat ahlun nujum mengembalikan balik daripada jin itu?
Maka sembah ahlun nujum Belalang. Ampun tuanku beribu-ribu ampun, insya Allah ta`ala, berkat dengan tinggi daulat duli yang maha mulia, dari hal itu barangkali ada di dalam tib-tib patik tangkal jin itu supaya ia takut. Maka titah baginda, baiklah boleh pergi sekarang bersama-sama Perdana menteri baginda ini. Maka sembah Ahlun nujum Belalang. Daulat tuanku, titah patik junjunglah. Patik pohon ampun pulang keteratak patik dahulu.
Maka titah baginda, usahlah balik dahulu. Belanja-belanja ada beta beri. Maka sembahnya, baiklah tuanku. Lalu ia menyembahkan kepada baginda bersama-sama turun kekapal Perdana Menteri itu langsung belayar kenegeri Askalan Rum. Selang antara beberapa lamanya, sampailah kejambatan larangan. Maka disambut oleh baginda itu menteri serta dengan Ahlun nujum Belalang. Maka datanglah putera baginda itu mendapatkan Pak Belalang dengan tangisnya. Titahnya , ayuhai bapa hamba, tolonglah hamba minta carikan isteri hamba yang telah dicuri oleh jin itu dengan segeranya.
Maka sembah Pak Belalang, ampun tuanku beribu-ribu ampun, pertetapkan juga hati tuanku, Insya Allah ta`ala patik pergi mencari paduka adinda itu. Maka baginda pun berangkat dari kapal naik keistana membawa Ahlun nujum Belalang, diperjamu makan dan minum tujuh hari tujuh malam, disembelih kerbau, lembu, ayam dan itik.
Hatta, lepas itu, Pak Belalang pun berdatang sembah kepada putera baginda itu. Sembahnya, ampun tuanku beribu-ribu ampun, nanti pada waktu dinihari tuanku titahkan sekalian isi negeri, rakyat bala tuanku pergi masuk kehutan sekalian isi negeri, rakyat bala tuanku pergi masuk kehutan sekaliannya mengikut patik. Tuanku pun bersama-sama berangkat. Apabila patik berhenti, tuanku sekalian rakyat pun berhenti jauh-jauh daripada patik, jangan dekat.
Maka putera baginda serta dengan sekalian menteri, hulubalangnya pun mengakulah seperti sembah ahlun nujum itu. Telah malamlah, waktu dinihari, perdana menteri pun menyuruhkan sekalian rakyat isi negeri semua kehutan rimba belantara itu dengan terlalu amat kesusahannya. Hatta, apabila gari pun sudah cerah Pak Belalang pun berjalanlah bersama-sama dengan putera baginda itu diiringkan oleh menteri, hulubalangnya sekalian yang tiada tepermanai banyaknya. Maka antara beberapa lamanya sampailah Pak Belalang kepada sepohon kayu beringin di tengah padang , terlalu amat rendang pokoknya. Lalu berhentilah akan lelahnya teramat sangat, dan matanya pun mengantuk seperti diperekat rasanya. Ia pun berbaring dibawah kayu beringin itu lalu tertidur.
Hatta, dengan takdir Allah Tuhan sarwa sekalian alam, kepada ketika itu datanglah seorang tua, janggutnya putih hingga kepusatnya, seraya berkata dengan suara yang dahsyat. Sabdanya, hai Pak Belalang apakah pekerjaan engkau demikian ini sentiasa berbuat bohong sahaja, tiada perkataan yang sebenarnya? Maka Pak Belalang pun terkejut mendengarkan sabda orang tua itu, seraya menyembah, katanya, hamba tuan sungguhlah berbohong sahaja, kerana dengan hal mencari napakah hamba.
Maka sabda orang tua itu, dengan sebenarnya engkau berbuat bohong semata-mata, tetapi bohong engkau itu diperkenankan Allah ta`ala tiada menganiayai orang sekali-kali, semata-mata membuat kerana Allah memelihara raja sendiri daripada percubaan Tuhan sarwa sekalian alam keatas hambanya. Maka sekarang ini apalah pekerjaan engkau? Hendak kemana?
Maka sembah Pak Belalang di dalam tidurnya, hamba tuan dititahkan oleh putera baginda ini meminta carikan isterinya dicuri oleh jin konon. Inilah hamba kerjakan. Maka sabda orang tua itu, bagaimanakah hal engkau hendak mencarinya itu? Maka sembah Pak Belalang, entahlah tuan tiada hamba tahu. Apakah nama tuan hamba?
Maka disahut oleh orang tua itu, betalah yang bernama nabi Allah Khidir, Kutubu`l alam menjaga hutan dan daratan dengan titah Tuhan beta. Ada pun darihal engkau hendak mengambil tuan puteri itu, inilah isim Allah ta`ala ya`ni tangkal yang ditakuti oleh jin, beta ajarkan. Bacalah kepada jin itu supaya ia lari. Kemudian engkau ambilah tuan puteri itu.
Maka diajarkannya suatu isim kepada Pak Belalang. Dapatlah olehnya. Maka sabda Kutubul`alam, ada pun sekarang jin itu sedang tidur memangku Tuan Puteri itu di dalam suatu gua batu ditepi gunung. Segeralah pergi ketempat itu. Hatta, telah sudah berkata-kata Pak Belalang pun jaga daripada tidurnya. Maka dengan tiada lengah lagi lalu berjalan menuju kegunung itu. Maka putera baginda dengan menteri, hulubalang, rakyat pun bersama-samalah mengikuti jauh-jauh dari belakang. Dalam hal yang demikian sampailah kepada suatu gua batu. Betullah dilihatnya jin itu sedang memangku Tuan Puteri itu sedang tidur juga kedua-duanya. Maka balutlah mata Tuan Puetri itu bekas menangis. Tersangatlah belas kasihan Pak Belalang melihatnya. Maka segeralah ia membacakan isim Allah ta`alaseperti pengajaran Kutubul alam itu. Dengan berkat isim doa itu, dihembuskan oleh Ahlun nujum dikepalanya, maka jin itu pun terbanglah lari, tinggallah Tuan Puteri itu. Maka segeralah diambil oleh Pak Belalang dengan besar suaranya meminta tolong. Katanya, tolong Yuanku, segera ini adinda.
Maka apabila didengar oleh putera baginda dengan menteri, hulubalangnya maka sekalian rakyat pun berhimpum mengiringkan puteri itu, diletakkan di atas geta yang keemasan, dihadapi oleh dayang-dayang, bentar, sida-sida sekalian bertunggu menjaga Tuan Puteri itu lagi pengsan tiada sedarkan dirinya. Maka diambil oleh Pak Belalang air, dibacanya isim tadi, disiramkan pada seluruh tubuhnya.
Maka Tuan Puteri pun sehatlah sedikit lalu bangun duduk santap nasi. Maka putera baginda itu pun teramatlah sukacita melihat isterinya sudah didapati, lalu duduk disitu serta memuji-muji ahlun nujum itu, lalu menitahkan menteri hulubalang rakyat hina dina sekalian bersiap hendak kenduri melepaskan nazarnya, menyembelih kerbau, lembu, ayam dan itik makan minum tujuh hari tujuh malam.memberi sedekah kepada fakir miskin dengan beberapa pula hadiah kelelahan ahlun nujum Belalang itu, dikurniakan oleh baginda daripada harta emas, perak, kain baju dan hamba, dan kapal sebuah, cukup dengan isinya kapal itu.
Maka ahlun nujum Belalang pun mengajar putera baginda itu akan isim yang diajarkan oleh Kutubul alam itu, di perbuat tangkal Tuan Puteri itu, supaya jangan dicuri oleh jin itu balik. Maka kepada ketika yang baik, Pak Belalang pun bermohon hendak balik kenegerinya dihantar oleh putera baginda itu kedua laki isteri hingga kekapal serta dipasangkan meriam alamat tanda kebesaran di atas ahlun nujum itu. Setelah sampai kapal. Putera baginda itu pun berpeluk bercium denga ahlun nujum Belalang, bertangis-tangisan. Lalu berangkat kembali keistananya. Maka ahlun nujum Belalang pun belayarlah pulang kenegerinya.